Tetanus

Tetanus

Penulis : Helen Limarda, S.Ked & Johanes Andrew, S.Ked

Apa itu tetanus ?

Tetanus merupakan suatu penyakit infeksi akut pada sistem saraf yang disebabkan oleh eksotoksin (tetanospasmin dan tetanolisin) yang dihasilkan bakteri basillus anaerob gram positif, Clostridium Tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang pada otot rangka.1,2

Berdasarkan CDC 2020, sebagian besar kasus yang dilaporkan terjadi pada orang dewasa. Dari 2009–2017, lebih dari 60% dari 264 kasus yang dilaporkan terjadi pada orang berusia 20 hingga 64 tahun. Selain itu, seperempat dari kasus yang dilaporkan terjadi di antara orang berusia 65 tahun atau lebih. Risiko kematian akibat tetanus paling tinggi di antara orang berusia 65 tahun atau lebih.3

Diabetes, riwayat imunosupresi, dan penggunaan obat intravena dapat menjadi faktor risiko tetanus. Dari 2009 hingga 2017, penderita diabetes dikaitkan dengan 13% dari semua kasus tetanus yang dilaporkan, dan seperempat dari semua kematian akibat tetanus. Pengguna narkoba intravena menyumbang 7% kasus dari 2009 hingga 2017.3

 

Bagaimana tetanus bisa terjadi ?

C.tetani adalah bakteri basillus anaerob gram positif yang memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. C.tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana menurut antigen flagella nya, dibagi menjadi 11 strain. Bakteri ini menghasilakn 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin disebut neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.1,5

Tetanus terjadi jika tubuh terkena luka dan luka tersebut terkontaminasi oleh spora C.tetani. Bentuk spora dari bakteri akan berubah menjadi vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut (anaerobic) dan kemudian mengeluarkan eksotoksin (tetanolisin dan tetanospasmin) yang menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa.1

Toksin diangkut melalui transportasi intraakson ke inti motorik saraf kranial atau ventral horns sumsum tulang belakang. Toksin tetanus diproduksi sebagai protein tunggal 150-kDa yang dibelah untuk menghasilkan rantai berat (100-kDa) dan ringan (50-kDa) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan nonkovalen. Terminal karboksi dari rantai berat berikatan dengan komponen membran spesifik di terminal saraf motorik prasinaps; bukti menunjukkan mengikat kedua polisialogangliosida dan protein membran. Pengikatan ini menghasilkan internalisasi dan penyerapan racun ke dalam saraf. Begitu berada di dalam neuron, toksin memasuki jalur transpor retrograde, di mana ia diangkut secara proksimal ke badan neuron motorik. Toksin tetanus diangkut dalam lingkungan pH-netr      al yang diatur dengan hati-hati yang mencegah perubahan konformasi yang diinduksi asam yang akan mengakibatkan pengusiran rantai ringan ke sitosol sekitarnya.6

Berikutnya toksin tetanus yang lolos dari proses degradasi lisosom normal dan menjalani translokasi melintasi sinaps ke terminal interneuron penghambatan presinaptik GABA. Di sini rantai ringan, yang merupakan endopeptidase yang bergantung pada zink, memotong protein membran terkait vesikel 2 (VAMP2, juga dikenal sebagai synaptobrevin). Molekul ini diperlukan untuk pengikatan presinaptik dan pelepasan neurotransmitter sehingga toksin tetanus mencegah pelepasan pemancar dan secara efektif memblokir pelepasan interneuron penghambatan. Hasilnya adalah aktivitas yang tidak diatur dalam sistem saraf motorik. Aktivitas serupa dalam sistem otonom menjelaskan ciri khas kejang otot rangka dan gangguan sistem otonom.6

Gambar 1 Patogenesis dan Manifestasi Klinis7

 

Apa saja tanda dan gejala dari tetanus ?

Secara klinisnya tetanus dapat dibagi menjadi :

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal adalah bentuk penyakit yang tidak biasa yang terdiri dari kejang otot di area terbatas yang dekat dengan lokasi cedera. Gejala tetanus lokal biasanya ringan meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.1,2,3

b. Tetanus sefalik

Bentuk yang paling langka, gejalanya tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Tidak seperti tetanus umum dan lokal, tetanus cephalic menghasilkan kelumpuhan saraf kranial lembek daripada kejang. Gejala-gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefalik dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.1,2,3

c. Tetanus umum/generalisata

Tetanus umum adalah bentuk yang paling umum, terhitung lebih dari 80% kasus. Tanda awal yang paling umum adalah kejang otot rahang atau "lockjaw". Tanda-tanda lain mungkin mengikuti "lockjaw" dapat berupa berupa iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik. Perjalanan klinis tetanus umum bervariasi dan tergantung pada (1) Tingkat kekebalan sebelumnya, (2) Jumlah toksin yang ada dan (3) Usia dan kesehatan umum pasien.1,2,3

d. Tetanus neonatorum

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme.2

Gambar 2 Severitas Tetanus Berdasarkan Klasifikasi Ablett4

 

Bagaimana tatalaksana dan pencegahan tetanus ?

Penatalaksanaan meliputi manajemen luka, pengawasan dan ruang isolasi, oksigenasi, anti konvulsan, anti tetanus serum (ATS), antibiotic, tetanus toksoid (TT), human tetanus immunoglobulin (HTIG), keseimbangan cairan dan elektrolit dan antipiretik.1,2,6

Kejang dikendalikan oleh sedasi berat dengan benzodiazepine yaitu diazepam 5 mg per rektal untuk berat badan <10 kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan berat badan ≥10 kg, atau diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. untuk bayi (tetanus neonatorum) diberikan dosis awitan 0,1- 0,2 mg/ kgBB IV untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infus tetesan tetap 15−40 mg/ kgBB/ hari dengan dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari. Klorpromazin dan fenobarbital umumnya digunakan di seluruh dunia. Fenobarbital diberikan dengan dosis 120−200 mg intravena. Klorpromazin diberikan setiap 4−8 jam dengan dosis dari 4−12 mg bagi bayi sampai 50−150 mg bagi dewasa. dan magnesium sulfat IV telah digunakan sebagai relaksan otot. Stabilitas kardiovaskular ditingkatkan dengan meningkatkan sedasi dengan magnesium sulfat dosis loading 5 g (atau 75 mg/ kg) IV dilanjutkan 1 sampai 3 g/jam sampai spasme terkontrol telah digunakan untuk mendapatkan konsentrasi serum 2 sampai 4 mmol/L.atau dititrasi terhadap hilangnya refleks patella.4,5,6

Antibiotik yang dianjurkan Metronidazol diberikan secara IV atau oral dengan dosis 500 mg setiap 6 jam selama 7−10 hari. Metronidazol efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Lini kedua dapat diberikan prokain penisilin 50.000−100.000 U/ kgBB/hari selama 7−10 hari, jika hipersensitif terhadap penisilin dapat diberi tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berusia lebih dari 8 tahun). Penisilin membunuh bentuk vegetative C. tetani. Sampai saat ini, pemberian penisilin G 100.000- 200.000 U/kgBB/hari IV dibagi 6 dosis selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus tetanus.1,4,5,6

HTIG diberikan dengan dosis 3000-6000 U, dosis tunggal IM dan Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU IM dosis tunggal. Sebagian dosis diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka. Hanya dibutuhkan sekali pengobatan karena waktu paruhnya 25−30 hari. Makin cepat pengobatan diberikan, makin efektif. Kontraindikasi HTIG adalah Riwayat hipersensitivitas terhadap imunoglobulin atau komponen human immunoglobulin sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian IM. ATS dengan dosis 100.000- 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuskular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga.1,4,5,6

Penyakit tetanus tidak menghasilkan kekebalan terhadap tetanus. Dapat berikan bersamaan dengan HTIG atau ATS pada lokasi yang berbeda (kanan-kiri).3

 

Apa saja komplikasi yang dapat terjadi serta prognosis dari tetanus ?

Komplikasi tetanus berupa (1) Sistem pernafasan : Aspiksia (karena spasme otot-otot pernapasan seringnya kejang), aspirasi pneumonia, emboli paru. (2) Sistem kardiovaskuler : aktivitas simpatis yang meningkat (takikardia, hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium). (3) Sistem tulang dan otot : perdarahan dalam otot dan fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus. (3) Komplikasi yang lain: Laserasi lidah, decubitus, yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. (4) Penyebab kematian akibat komplikasi yaitu: Bronkopneumonia, cardiac arrest dan septikemia.1,3,4

Perkembangan tetanus yang cepat dikaitkan dengan tingkat keparahannya, waktu onset dan lamanya masa inkubasi. secara umum diterima bahwa pemulihan biasanya lengkap kecuali terdapat komplikasi lain telah terjadi. Studi anak-anak dan neonatus telah menyarankan insiden yang lebih tinggi dari gejala sisa neurologis. Neonatus mungkin berada pada peningkatan risiko ketidakmampuan belajar, masalah perilaku, cerebral palsy, dan tuli.1,4,6

 

Daftar Pustaka

  1. Rianawati SB, Munir B. Buku ajar neurologi 1st edition. Jakarta: Sagung Seto. 2017. p 287-94.
  2. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Paduan Praktis Klinis Neurologi. 2016. p 202-5.
  3. Centers for Disease Control and Prevention. Tetanus. 2020.
  4. Jaya HL, Aditya R. Pengelolaan Pasien Tetanus di Intensive Care Unit. Anesthesia & Critical Care. 2018.
  5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V1. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p 639-42.
  6. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, dan Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 19. New York NY, McGraw Hill Education. 2015. p 984-6.
  7. LaBrie C. Tetanus : Pathogenesis and clinical findings. The Calgary Guide. 2017.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Intoksikasi Benzodiazepine

Pterygium

Peritonitis Bakterial Spontan