Penyakit Gastroesofageal refluks (GERD)

 

Penyakit Gastroesofageal refluks (GERD) 

Penulis : Johanes Andrew, S.Ked & Helen Limarda, S.Ked

Pendahuluan

Penyakit Gastroesofageal refluks (GERD) merupakan keadaan patologis yang diakibatkan oleh refluks kandungan lambung ke dalam esofagus. GERD adalah salah satu gangguan pencernaan yang paling umum. Studi berbasis populasi menunjukkan bahwa hingga 15% individu mengalami heartburn dan/atau regurgitasi setidaknya sekali seminggu, dan 7% memiliki gejala setiap hari.1,2

Faktor resiko GERD termasuk usia yang lebih tua, indeks massa tubuh (BMI) yang berlebihan, merokok, kecemasan/depresi, dan aktivitas fisik yang kurang. Kebiasaan makan juga dapat menyebabkan GERD, termasuk keasaman makanan, serta ukuran dan waktu makan, terutama yang berkaitan dengan tidur. Aktivitas fisik rekreasi (berjalan, berenang, meditasi, membaca, menari) bersifat protektif, kecuali bila dilakukan setelah makan.2,3

Refluks gastroesofagus terutama merupakan gangguan pada sfingter esofagus bagian bawah (LES) tetapi ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi GERD adalah fisiologis dan patologis. Penyebab paling umum adalah relaksasi sfingter esofagus bagian bawah sementara. Relaksasi tersebut adalah momen singkat dari penghambatan tonus sfingter esofagus bagian bawah yang tidak tergantung pada proses menelan. Meskipun bersifat fisiologis, ada peningkatan frekuensi pada fase postprandial berkontribusi besar terhadap refluks asam pada pasien dengan GERD. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan tekanan sfingter esofagus bagian bawah adalah hernia hiatus, gangguan pembersihan esofagus, dan pengosongan lambung yang tertunda.3

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis paling umum dari GERD adalah heartburn dan regurgitasi bahan asam ke dalam mulut. Heartburn terjadi karena adanya kontak bahan refluks dengan mukosa esofagus yang tersensitisasi maupun terulserasi. Selain itu, Nyeri dada seperti pada angina atau nyeri dada atipikal terjadi pada beberapa pasien. Namun, banyak pasien dengan GERD tetap tanpa gejala, dan banyak pasien dengan gejala mengobati diri mereka sendiri dan tidak mencari bantuan medis sampai gejala parah atau komplikasi terjadi. Manifestasi ekstraesofageal GERD disebabkan oleh refluks isi lambung ke dalam faring, laring, cabang trakeobronkial, hidung, dan mulut. Hal ini dapat menyebabkan batuk kronis, radang tenggorokan, dan faringitis.1,2

Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat dengan anamnesis dalam banyak kasus. Percobaan terapeutik dengan PPI seperti omeprazole, 40 mg bid selama 1 minggu, memberikan dukungan untuk diagnosis GERD. Selain itu, beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis GERD adalah :1,2

  • Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
    • Pemeriksaan ini merupakan standar baku untuk mendiagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break pada esofagus. Hal yang dapat dinilai pada pemeriksaan endoskopi adalah perubahan makroskopik dari mukosa esofagus dan juga menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD.1,2
  • Esofagografi dengan Barium
    • Esofagografi kurang sensitif untuk mendiagnosis GERD dibandingkan endoskopi dan seringkali tidak menunjukkan kelainan terutama pada kasus ringan. Pada kasus GERD yang berat dapat ditemukan gambaran penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen.2
  • Pemantauan pH 24 jam
    • GERD menimbulkan asidifikasi pada bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus dimana pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnosis GERD.2
  • Tes Bernstein
    • Tes Bernstein bertujuan untuk mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCI 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan HCI 0,1 M menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka Tes Bernstein dianggap positif (+). Tes Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.2
  • PPI Test/ Acid Supression Test
    • Tes ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala GERD dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respon yang terjadi. PPI Test dapat dilakukan bila tidak tersedia modalitas diagnostik seperti endoskopi pada pelayanan kesehatan. Tes ini dianggap positif (+) bila terjadi perbaikan 50-75% gejala yang terjadi.2

Tatalaksana

Pengobatan GERD melibatkan pendekatan bertahap. Tujuannya adalah untuk mengontrol gejala, menyembuhkan esofagitis, dan mencegah esofagitis berulang atau komplikasi lainnya. Perawatan didasarkan pada (1) modifikasi gaya hidup dan (2) kontrol sekresi asam lambung melalui terapi medis dengan antasida atau PPI atau perawatan bedah dengan operasi antirefluks korektif.1,2,4

Modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan adalah menurunkan berat badan, menghindari makan berat, menunggu 3 jam untuk berbaring setelah makan, tidur dengan elevasi kepala 15-20 cm serta mengindari makanan berlemak, kopi, alkohol, coklat dan menghindari obat (seperti obat antikolinergik, CCB, smooth-muscle relaxants).1,2,4

Obat antagonis H2 seperti cimetidine 300 mg qid, ranitidine 150 mg bid, efektif untuk meredakan gejala. Obat golongan PPI lebih efektif untuk mengobati GERD dan lebih sering dipakai (omeprazole 20 mg/hari, esomeprazol 40mg/hari). Obat golongan PPI yang digunakan selama 8 minggu dapat mengobati esofagitis erosif pada 90% pasien. Karena GERD adalah penyakit kronis, terapi pemeliharaan jangka panjang sering diperlukan, dan gejala dapat kambuh hingga 80% pasien dalam 1 tahun jika terapi dihentikan. PPI paling efektif dalam mencegah kekambuhan.1,2,4

Operasi antirefluks (fundoplication), menciptakan penghalang antireflux. Kemanjuran penghalang antirefluks tergantung pada jenis operasi dan pengalaman operator. Prosedur antirefluks laparoskopi atau endoskopi harus dipertimbangkan sebagai alternatif pada pasien muda yang membutuhkan PPI dosis tinggi jangka panjang. Kandidat yang ideal untuk fundoplikasi adalah mereka yang memiliki GERD klasik dengan respons yang baik terhadap terapi PPI dan di antaranya studi motilitas menunjukkan tekanan LES yang buruk tetapi kontraksi peristaltik normal di badan esofagus. Pasien GERD simtomatik dengan refluks asam atau basa (empedu) rendah atau tanpa asam juga dianggap kandidat untuk operasi antirefluks.1,4

Prognosis dan Komplilasi

Kebanyakan pasien dengan GERD baik-baik saja dengan obat-obatan, meskipun kekambuhan setelah penghentian terapi medis adalah umum dan menunjukkan perlunya terapi pemeliharaan jangka panjang. Identifikasi subkelompok pasien yang mungkin mengalami komplikasi GERD yang paling serius dan mengobatinya secara agresif adalah penting. Pembedahan pada tahap awal kemungkinan besar diindikasikan pada pasien ini. Setelah fundoplikasi Nissen laparoskopi, gejala hilang pada sekitar 92% pasien.3,4

GERD dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius, termasuk esofagitis dan Barrett esofagus. Esofagitis dapat sangat bervariasi dalam tingkat keparahan dengan kasus yang parah mengakibatkan erosi yang luas, ulserasi dan penyempitan esofagus. Esofagitis juga dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal (GI). Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat muncul sebagai anemia, hematemesis, coffee-ground emesis, melena, dan bila terutama cepat, hematokezia. Peradangan esofagus kronis dari paparan asam yang berkelanjutan juga dapat menyebabkan jaringan parut dan pengembangan striktur peptikum, biasanya muncul dengan keluhan utama disfagia.3,4

Daftar Pustaka

  1. Longo D, Fauci A, Fauci A, Langford C, Harrison T. Harrison's Gastroenterology and Hepatology, 2nd Edition. Blacklick: McGraw-Hill Publishing; 2013.
  2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 6. Jakarta: InternaPublishing;2014.
  3. Clarret HM, Hachem C. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Mo Med. 2018 May-Jun; 115(3): 214–218.
  4. Patti MG, Anand BS. Gastroesophageal Reflux Disease. 2021. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/176595-overview



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Intoksikasi Benzodiazepine

Pterygium

Peritonitis Bakterial Spontan